Dalam sambutannya Sri Sultan HB X mengatakan masyarakat Yogyakarta membutuhkan waktu selama kurang lebih dua tahun untuk kembali pulih seperti saat sebelum terjadinya gempa, dan kunci dari percepatan pemulihan tersebut adalah kebersamaan dan gotong royong dari seluruh warga.
“Tidak terasa sudah sepuluh tahun berlalu gempa bumi pada Mei 2006, peristiwa gempa bumi tersebut sangat membekas bagi kita, karena dampaknya sungguh luar biasa,” ujar Sultan, Sabtu(9/4).
Pemulihan paska gempa di Yogyakarta kata Sultan diakui oleh beberapa Negara diluar Indonesia sebagai pemulihan yang sangat cepat mengingat banyaknya korban, rumah roboh dan fasilitas umum lainnya tak berfungsi secara maksimal dapat dipulihkan dalam waktu yang terbilang singkat.
“Kuncinya adalah kebersamaan dan gotong royong dari warga. Saling bahu membahu membantu membangun rumah sendiri dan para tetangga tanpa menerima bayaran,” katanya.
Sri Sultan memaparkan, gempa bumi yang terjadi tahun 2006 menelan ribuan korban jiwa dan menyebabkan ratusan ribu rumah di wilayah DIY rusak.
“Akibat gempa, kurang lebih 127.000 rumah rusak berat, 101.000 rumah rusak sedang dan 98.000 rumah rusak ringan,” papar Sultan.
Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) `Veteran” Yogyakarta, Sari Bahagiarti mengatakan, dalam memperingati 10 tahun gempa Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta menyelenggarakan `Napak Tilas` Gempa Yogyakarta yang dihadiri Gubernur DIY Sri Sultan HB X.
Napak Tilas dilaksanakan pada Sabtu (9/4/2016) dengan rute Kepatihan (Kantor Gubernur) – Desa Srihardono Pundong – Dusun Kembangsongo Trimulyo – Candi Barong – Candi Kedulan – kembali ke Kepatihan.
“Gempa besar 27 Mei 2006 lalu, yang merusak bangunan dan menimbulkan korban jiwa di Yogyakarta bukan yang pertama, berdasar catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, pada 10 Juni 1867 gempa dengan kekuatan empat kali dibanding pada tahun 2006 pernah mengguncang Yogyakarta,” katanya.
Pada tahun tersebut karena begitu dahsyatnya gempa hingga merobohkan Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan menghancurkan tugu menjadi tiga bagian.
Berkaitan dengan napak tilas ini ia menambahkan selain sebagai refleksi juga untuk mengingatkan kita agar terus belajar dan selalu siap siaga kerana memang wilayah DIY merupakan wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi.
“Masyarakat harus sadar dengan bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi, karena letak wilayah DIY memang terletah di patahan patahan bumi yang rawan dan sewaktu-waktu dapat terjadi bencana,”tegas Sari.
Menjelang memperingati sepuluh tahun gempa Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, melakukan napak tilas beberapa lokasi sumber gempa bumi tektonik 5,9 skala richter yang mengguncang DIY pada 27 Mei 2006.
Harianjogja.com, BANTUL
Komentar
Posting Komentar